Rabu, 27 Oktober 2010

Sabda Hati Merapi

Oleh : Rama Prabu

telah sampai pada nasibnya
telah tiba saatnya pecah
ketuban bumi menagih janji
merapi bersabda dalam liturgi

hujan abu membumbung kepadang agung
disanalah lahar membinar gaung
amuk alam agar manusia menakar kalam
membedah hati setumpuk kitab suci

di tutugan lahar merapi
api secampur abu menawarkan pertanyaan
sejauh mata kaki kau jejak, sejauh mana mata hati kau kendali
menawarkan janji tak ingin menyakiti

sang mata jiwa sedang berdiri diujung gunung
menyaksikan ketakutan dan teriakan
menimbang takut mana dengan hukum-Nya
takut mana dengan hisab-Nya

dan kini doa sedang berjaya
membumbung biru meminta keselamatan
sekali lagi, dari amuk alam
amuk jantung sang maha agung

Senin, 25 Oktober 2010

Soneta II

Oleh : Pablo Neruda

Kasihku, berapa banyak jalan harus kutempuh untuk mendapatkan ciuman,
berapa kali aku tersesat kesepian sebelum menemukanmu!
Kereta kini melaju menembus hujan tanpa diriku.
Di Taltal musim semi belum kunjung tiba.

Tapi aku dan engkau, kasihku, kita bersama-sama,
bersama dari pakaian hingga tulang,
bersama di musim gugur, di air kita, di pinggul,
hingga akhirnya hanya engkau, hanya daku, kita berdua.

Bayangkan betapa semua bebatuan itu diangkut sungai,
mengalir dari mulut sungai Boroa;
bayangkan, betapa bebatuan itu dipisahkan oleh kereta dan bangsa

Kita harus saling mencinta,
sementara yang lainnya semua kacau, laki-laki maupun perempuan,
dan bumi yang menghidupkan bunga anyelir.

Derai-Derai Cemara

Oleh : Chairil Anwar

cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

Sabtu, 23 Oktober 2010

Amsterdam

Oleh : Heri Latief

balada di sepanjang kanal kota tua
tempat segala dosa bercahaya
binalnya gincu berlapis materialis
dibakar panasnya rayuan iblis
semua tau cerita hawa dan adam

Selama Satu Jam

Oleh : Utami Diah Kusumawati

Selama satu jam,
Tuhan berkata lewat tatapanmu,
"Pelajari, hidup tak sekadar debu terbang tanpa arah. Setiap kedatangan dan pertemuan adalah pertanda. Apakah kau mau belajar atau berpaling?"
Aku memilih mengabaikan dan kita pun beranjak sirna.

Kabut pagi yang kuasa akan malam
Cahaya pias lampu lampu gedung kota
Derit pintu bioskop cikini, hembusan angin taman, keheningan stasiun kereta
Dan deru motormu membuncah, mengantarkan kepada cerita.

Selama satu jam,
Di tempat ini, kau memberanikan diri berkisah,
"senyawa yang membentuk diriku, terikat kutukan masa lalu dan belum berhasil kubebaskan. Apakah kau masih mau tinggal atau minggat?"
Setia kepada sekaleng minuman dan malam, aku memilih mendengarkan.

Doa lelaki tua tak dikenal yang tiba tiba datang
Pendar lampu billboard teater dan hotel hotel tua
Teriakan mahasiswa, kecupan kekasih, denting wajan tukang jualan
Dan mulutmu terbuka, menyulam benang katakata

Selama satu jam
Tuhan kembali mengejawantah dalam senyummu. Terdiam, aku berbisik,
"Dalam kisahmu, kutemukan wajah diriku. Selalu hendak kubuang ke laut, tetapi ombak menghempaskannya kembali ke daratan. Mengapa kau kini menjelma ombak?"
Dan kau berkata pelan,"Takdir seringkali menguakkan diri tanpa perlu diminta."

Selama satu jam
Selama satu
Selama.......

Menulislah

Oleh : Heri Latief

mulailah menulis apa yang kau alami
jadilah dirimu sendiri bukan cuma ilusi
pengalaman hidup itu seperti apa adanya
nyala apinya masih ada di dalam dada
dalam sebuah dongeng bercahaya
membias diperjalan waktu yang tersisa
dari zaman ke zaman tak pernah dilupa
pada janji bermadu di musim pancaroba
bayangan masa lalumu datang menyapa
misteri manusia sepanjang ingatannya

Percakapan Malam Hujan

Oleh : Sapardi Djoko Damono

Hujan, yang mengenakan mantel, sepatu panjang, dan payung,
berdiri di samping tiang listrik. Katanya kepada lampu
jalan, "Tutup matamu dan tidurlah. Biar kujaga malam."

"Kau hujan memang suka serba kelam serba gaib serba suara
desah; asalmu dari laut, langit, dan bumi; kembalilah,
jangan menggodaku tidur. Aku sahabat manusia. Ia suka
terang."

Kucari

Oleh : Indah IP

Sekian lama kucari-cari
dalam sibukku mendaki
jalan menelikung yang rumit dan jauh

Kau
tak kutemu

kemudian kucari-cari
dalam sibukku merindu
sepetak waktu tempat diri kelak kembali

Kau
kudapati

Suara Piano, Suatu Malam

Oleh : Medy Loekito

(1)
dalam tatapmu
alpa langkah
hilang tuju
aku tersesat

(2)
dalam bisikmu
riuh mimpi
resah angan
aku terpana

(3)
dalam belaimu
senyap geliat
bisu isyarat
aku terjerat

Jumat, 22 Oktober 2010

Kisah Angin

Oleh : Putri Narita Pangestuti

aku mendengar kisah angin
dan mendapati abu-abu dirimu

angin kuat menyusu
hingga bayimu terlalu lemah untuk itu

ingatkah kau saat buih merayumu
dan kabarkan bau amis sungai itu?
langit telah berkata
tak ada lagi yang berani
berkisah tentang surya

angin masih lekat di dadamu
sedang wajah anakmu
selalu mengabu
dalam jeritan tinta
di buku-buku itu

Beringin Kupu-Kupu

Oleh : Gema Yudha

serupa beringin di alun alun kota
padanya dititipkan segala suka
juga luka

bersama dedaunan wajah wajah jatuh
tanggal tanggal menua
gerimis serasa tangis di muka jendela

merupalah beringin di alun alun kota
menjengkali langit
dan menjaga rindu yang di tanam orang orang

arah jalan cuma bayang bayang suram
kita tetak dengan pisau lipat yang tumbuh di balik matamu
lalu larungkan kata kata yang sempat terlupa

di bawah lampu yang muram
kaulah beringin
ditumbuhi kupu kupu

Kepada Sapardi Djoko Damono

Oleh : Asep Sambodja

kupu-kupu terbang rendah
menyebar cinta yang resah
aku merindu-rindu padamu
kau selalu marah-marah padaku

matahari pagi yang sembunyi sedari tadi
menyimpan rindu yang laknat
aku sungguh ingin mencintaimu
tapi kau selalu menganggapku debu

kini aku tertatih-tatih mengejarmu
kau semakin menjauh dari harapanku
kau semakin mengabur dalam bayanganku
meski cintaku padamu semakin tajam

Kehilangan, Katamu, Adalah Bagian Kecil Dari Sebuah Perjalanan

Oleh : Gita Romadhona

kehilangan, katamu, adalah bagian kecil dari sebuah perjalanan
seperti telusur-telusur yang menepi
setelah hampir setiap petang ditinggalkan matahari
tak ada yang pernah bosan, selalu ada yang pergi, dan masih terus ada yang pulang
kita toh masih memiliki kemarin
meski lamat-lamat ia pun kusam dan mengering

kehilangan, katamu, adalah bagian kecil dari sebuah perjalanan
seperti lampu jalan di sepanjang hutan itu yang selalu mati ketika kita lewati
bukankah gelap sedikit banyak ikut mengajari?
lalu stasiun, rel, orang-orang, dan malam setiap hari,
masihkah tak termaknai?

dan seperti katamu, kehilangan hanya bagian kecil dari sebuah perjalananya,
hanya bagian kecil!
tapi akan selalu bernama kehilangan.

Menjelang Senja

Oleh : Jajang Nurjaman

tak ada sinar mentari si kala lembayung menutupi langit
rintik hujannya tak henti mengguyur hari di september
di kala penglaju menghilirkan kendaraanya
dan pemudik tahunan bersiap meninggalkan ibukota,
ada suara senyap seketika:

'Dara, dara yang sendiri
berani mengembara
mencari di pantai senja.
Dara, ayo pulang saja, Dara!'' *

dan senyumpun tergelai lemah di sisi bibirnya
seolah berkata,
maaf mama

dalam lensa mata, kuabadikan ia dengan
temarang lampu senja di stasiun ini
yang semenjak dari kemarin lusa,
ah,
kemarin minggu,
atau mungkin juga kemarin bulan,

ia berkaca dalam lamunannya

Perasaan

Oleh : Asep Sambodja

pagi di balik jendela
mengirim embun
awan memerah
pagi merekah

hujan semalam
dingin seharian

aku ingin
memeluk angin

Akar Samudra

Oleh : Aulia A. Muhammad


persetubuhan kita adalah persenyawaan rasa, bukan penaklukan. dialog dua tubuh, bukan petualangan. kita tak kenal jurang dan lembah atau atol. juga tak mengerti gua basah, apalagi stalaktit di atasnya. karena tubuh kita adalah samudra. kita berlayar di dalamnya.

dan desahmu adalah angin yang mengibarkan layar. kaki menjadi kayuh, di pinggul tertuas kemudi penentu arah. di ujung jerit kita karam.

tapi kita tidak padam.

di matamu kupetik lentera. di senyumku kau gurat puas.

"dengarlah, tersisa ombak di dada. berkerumun buih di paha."

Suatu Ketika, Senja Pernah Bertanya

Oleh : Rama Prabu

suatu ketika, senja pernah bertanya
bagaimana hari dapat dilayari
tanpa rasa yang membuat onak hati*)
agar rasa bisa dirayakan, disemayamkan di kedalaman

bagi mereka yang menulis dengan darah dan air mata
jawaban tak perlu diluruskan
tak harus dicarikan kebenaran

temaram malam dan seikat bunga asoka
adalah jawaban sang fajar
karena bahasa mentari tak pernah ingkar janji
pasti ada yang dapat ditepati

dan perayaan yang kita angankan
adalah sampan kecil dari pertemuan
hati yang kan memandu arah
kemana hendak kita menarik madah
membentang selendang hingga masa lalu tak hanya indah untuk dikenang

Kamis, 21 Oktober 2010

Sajak Putih

Oleh : Chairil Anwar

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...

Di Muka Jendela

Oleh: Goenawan Mohamad

Di sini
cemara pun gugur daun. Dan kembali
ombak-ombak hancur terbantun.
Di sini
kemarau pun menghembus bumi
menghembus pasir, dingin dan malam hari
ketika kedamaian pun datang memanggil
ketika angin terputus-putus di hatimu menggigil
dan sebuah kata merekah
diucapkan ke ruang yang jauh: – Datanglah!

Ada sepasang bukit, meruncing merah
dari tanah padang-padang yang terngadah
tanah padang-padang tekukur
di mana tangan-hatimu terulur. Pula
ada menggasing kincir yang sunyi
ketika senja mengerdip, dan di ujung benua
mencecah pelangi:
tidakkah siapa pun lahir kembali di detik begini
ketika bangkit bumi,
sajak bisu abadi,
dalam kristal kata
dalam pesona?